Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam kekayaan alam terbarukan sangat berpotensi menghasilkan bioenergi. Namun, dalam pengembangannya, bahan bakar hayati yang dihasilkan menggunakan banyak biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Bioetanol, misalnya, masih dibuat dari bahan berpati dan bergula yang merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan. Jika BBN terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan frontal antara penyediaan pangan dan energi.
Untuk menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi Bahan Bakar Nabati (BBN) generasi kedua. Teknologi BBN generasi kedua adalah teknologi yang mampu memproduksi BBN, seperti biodiesel atau bioetanol, dari bahan lignoselulosa. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman pangan (untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang termanfaatkan. Hal ini menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai bahan mentah produksi BBN.
Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa (30-50%-berat), hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). Salah satu BBN yang dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah bioetanol generasi kedua. Proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.
Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim selulase atau, tetapi umumnya tak dipilih, dengan bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis menjadi pentosa (terutama xilosa) dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer atau enzim hemiselulase.
Glukosa dan heksosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces cerevisiae dengan reaksi :
C6H12O6 –>2 C2H5OH + 2 CO2
Xilosa dan pentosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai (seperti Pichia stipitis) dengan mekanisme reaksi :
3 C5H10O5 –> 5 C2H5OH + 5 CO2
atau dikonversi menjadi produk lain (xilitol, furfural, dan lain-lain).
Teknologi bioetanol generasi kedua sedang intensif dikembangkan, terutama oleh Amerika Serikat. Pabrik-pabrik demonstrasi juga sudah dan sedang didirikan di berbagai lokasi di Amerika Utara (antara lain oleh Celunol Corp dengan kapasitas 200 ribu m3/tahun di Louisiana).
Pabrik BBN (generasi kedua) ini tak mungkin berskala amat besar (seperti kilang minyak bumi) karena akan terkendala biaya pengumpulan bahan mentah. Namun, kombinasi kedahsyatan biodiversitas, ketersediaan lahan dan juga tenaga kerja membuat Indonesia berpotensi menjadi salah satu sentra produksi BBN dunia.
Referensi:
Slide Kuliah Teknologi Kemurgi oleh Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja
http://majarimagazine.com
Untuk menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi Bahan Bakar Nabati (BBN) generasi kedua. Teknologi BBN generasi kedua adalah teknologi yang mampu memproduksi BBN, seperti biodiesel atau bioetanol, dari bahan lignoselulosa. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman pangan (untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang termanfaatkan. Hal ini menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai bahan mentah produksi BBN.
Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa (30-50%-berat), hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). Salah satu BBN yang dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah bioetanol generasi kedua. Proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.
Skema ideal pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim selulase atau, tetapi umumnya tak dipilih, dengan bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis menjadi pentosa (terutama xilosa) dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer atau enzim hemiselulase.
Glukosa dan heksosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces cerevisiae dengan reaksi :
C6H12O6 –>2 C2H5OH + 2 CO2
Xilosa dan pentosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai (seperti Pichia stipitis) dengan mekanisme reaksi :
3 C5H10O5 –> 5 C2H5OH + 5 CO2
atau dikonversi menjadi produk lain (xilitol, furfural, dan lain-lain).
Skema lain pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
Teknologi bioetanol generasi kedua sedang intensif dikembangkan, terutama oleh Amerika Serikat. Pabrik-pabrik demonstrasi juga sudah dan sedang didirikan di berbagai lokasi di Amerika Utara (antara lain oleh Celunol Corp dengan kapasitas 200 ribu m3/tahun di Louisiana).
Pabrik BBN (generasi kedua) ini tak mungkin berskala amat besar (seperti kilang minyak bumi) karena akan terkendala biaya pengumpulan bahan mentah. Namun, kombinasi kedahsyatan biodiversitas, ketersediaan lahan dan juga tenaga kerja membuat Indonesia berpotensi menjadi salah satu sentra produksi BBN dunia.
Referensi:
Slide Kuliah Teknologi Kemurgi oleh Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja
http://majarimagazine.com